Kalau BULAN ๐ŸŒ’ bisa NGOMONG

๐ŸŒ› KALAU BULAN BISA NGOMONGโ€ฆ๐ŸŒ

๐Ÿ‘‰ Logika sederhana cara Menyaksikan BULAN untuk menentukan 1 RAMADHAN, 1 SYAWAL, dan 1 DZULHIJJAH ๐ŸŽฏ

๐Ÿ‘ณโ€โ™‚๏ธ (Peringatan : artikel ini cukup panjang, maka berlapang dadalah) ๐Ÿ˜Š

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
(QS. Yunus 10: Ayat 5)

Bumi berputar rotasi dan berevolusi mengelilingi Matahari. Matahari “diam/tetap” terhadap Bumi, tapi Bumi bergerak terhadap Matahari.

Itu sebabnya bentuk matahari selalu bulat utuh, kecuali ketika mulai terbit yang utuhnya bertahap muncul, atau ketika mulai terbenam yang utuhnya bertahap lenyap.

โœ‹ Karena bumi berotasi terhadap matahari maka pola waktu di setiap belahan Bumi menjadi berbeda-beda. Misalkan, ketika di Indonesia sudah pukul 10.00 WIB, ternyata di Arab Saudi masih pukul 06.00.

Hal ini berefek kepada “selesai” nya 1 hari penuh yang berbeda-beda waktunya di setiap tempat belahan di bumi.

๐Ÿ‘‰ Pergantian hari (bukan pergantian bulan) sangat tergantung dari posisi bumi yang sedang berotasi terhadap matahari, sehingga bila di belahan Bumi A (misalnya Indonesia) sudah ganti hari pada jam 12 malam, maka di belahan Bumi B (misalnya Arab) masih menunggu 4 jam lagi barulah ganti hari.

๐ŸŒ— Ganti hari versi kalender Masehi itu pada pukul 12 malam, sedangkan Ganti Hari versi kalender Hijriyah itu di waktu Maghrib.

๐Ÿ˜Ž โ€ฆโ€ฆ (Setelah dipahami uraian di atas, yuk kita lanjutkan perlahan) โค๏ธ

Tentunya Kita paham bahwa Bumi mengelilingi Matahari sekaligus juga Bumi dikelilingi/diputari oleh Bulan. Itu sebabnya bentuk Matahari itu tetap, sedangkan bentuk bulan itu berbeda-beda tergantung dari tanggalnya, bukan tergantung tempatnya/ lokasinya.

Adapun Bulan hanya terlihat utuh (bulan purnama) pada malam tanggal 14 atau 15, atau juga terkadang pada malam tanggal 16, yakni di pertengahan bulan. Berbeda dengan matahari yang selalu terlihat “purnama” setiap harinya.

๐Ÿ‘‰ Nah, karena bulan yang mengelilingi Bumi maka habisnya perputaran 1 bulan tidak tergantung dari gerakan bumi terhadap matahari, tapi tergantung dari gerakan bulan terhadap bumi.

๐ŸŒ Kalau Bulan bisa ngomong : “Eh Bumi, lihat aku nih, aku udah muterin kamu satu putaran penuh, berarti udah satu bulan ya, ayo ganti bulan, udah masuk bulan baru” , maka si Bumi ya otomatis nurut untuk langsung ganti Bulan, di belahan Bumi manapun. ๐ŸŒ›

Maka anehlah kalau ada di suatu belahan Bumi yang sudah melihat hilal (tanda bahwa bulan sudah satu putaran lalu muncul bulan baru) tapi ternyata masih ada di belahan Bumi yang lain yang tak mau berganti bulan dengan alasan “kami belum melihat hilal”. ๐Ÿ™๐Ÿป

Kenapa demikian? Karena jumlah Bulan yang mengelilingi Bumi hanya 1, ya hanya satu-satunya, maka dimana pun terlihat hilal haruslah mewakili seluruh bagian Bumi. Kecuali Bulannya negara Indonesia berbeda dengan Bulannya negeri lain yang sudah melihat hilal tersebut, dan itu mustahil.

“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang-benderang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”
(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 12)

Ayat di atas mempertegas bahwa siang dan malam itu adalah tanda-tanda dari Allah agar kita bisa menghitung waktu secara akurat/jelas.

Siang ditandai dengan adanya matahari, dan malam ditandai dengan adanya Bulan. Gerakan Matahari itu untuk menghitung perubahan waktu hari dan tahun, sedangkan gerakan bulan untuk menghitung perubahan waktu bulan dan tahun.

๐Ÿ˜Ž โ€ฆโ€ฆ (Setelah dipahami uraian di atas, yuk kita lanjutkan lagi perlahan)โค๏ธ

๐Ÿ™๐Ÿป Mungkin Anda pernah mendengar orang-orang yang berargumen begini : Indonesia dan Arab itu berbeda waktunya, maka wajar saja kalau tanggal 1 Dzulhijjah di Indonesia berbeda dengan 1 Dzulhijjah di Arab. Memangnya kita sholat Maghrib harus menunggu waktu Maghrib di Arab? โ˜•

Argumen di atas tentulah tidak tepat, karena telah mencampuradukkan perilaku atau pola waktu bulan (ganti bulan) dengan pola waktu matahari (sholat Maghrib).

โœ‹ Bukankah waktu sholat itu tergantung dari gerakan bumi terhadap matahari, dan tidak ada hubungannya dengan gerakan bulan terhadap bumi? ๐ŸŒ

Supaya kita semakin paham, berikut ini kami sampaikan beberapa perbedaan perilaku atau pola waktu Bulan (Qomariyah/Hijriyah) dan pola waktu Tahun/Matahariyah (Miladiyah/Syamsiyah/Masehi) :

โ˜๏ธ1. Perhitungan lama 1 bulan dalam kalender masehi adalah 1 tahun (365 hari atau lamanya waktu Revolusi Bumi terhadap Matahari) dibagi dengan 12. Hasilnya antara 30 atau 31 hari, kecuali Bulan Februari selama 28 hari, dan juga kecuali di tahun kabisat yang menjadikan Februari menjadi 29 hari.

Satu bulan kalender masehi sama sekali tidak ada hubungannya secara langsung dengan gerakan perputaran Bulan mengelilingi Bumi.

โ˜๏ธ2. Sedangkan perhitungan lama 1 bulan dalam kalender Hijriyah itu murni berdasarkan pergerakan bulan yang mengelilingi Bumi di setiap bulannya, kadang 30 hari dan kadang 29 hari. Biasanya bergiliran setiap bulannya.

โ˜๏ธ3. Matahari terlihat jelas di waktu siang dengan bentuk yang sama dan utuh, sedangkan Bulan muncul di waktu malam dengan bentuk yang berbeda-beda.

Bentuk matahari relatif konsisten bulat utuh, tidak ada matahari yang berbentuk sabit. Sedangkan Bulan bentuknya berubah-ubah setiap malamnya tergantung tanggal berapa. Itu sebabnya ada istilah Hilal (Bulan Baru), Bulan Sabit (Sebagian) dan Bulan Purnama (Utuh).

Hanya pada malam tanggal 14, atau 15, atau terkadang 16 lah Bulan terlihat utuh, itulah Bulan Purnama, sedangkan Matahari selalu terlihat “purnama” setiap harinya.

โ˜๏ธ4. Pergantian waktu berdasarkan pergerakan matahari itu bertahap dalam 12 jam, tergantung dari tempatnya/lokasinya, tergantung dari pergerakan Bumi terhadap Matahari. Dan itu ditandai dengan pergerakan waktu dalam satuan jam dan detik. Waktu terjauh antar dua lokasi di Bumi adalah 12 jam.

Asal usul adanya waktu satuan jam pun dibuat berdasarkan gerakan Bumi terhadap Matahari, bukan berdasarkan gerakan Bulan terhadap Bumi.

Misal : Di Indonesia sekarang jam 22, maka di Arab masih jam 18. Tidak mungkin di Indonesia dan di Arab waktu jamnya sama.

๐Ÿ‘‰ Kita pun mendirikan sholat berdasarkan perubahan waktu jam, bukan waktu bulan.

โ˜๏ธ5. Sedangkan pergerakan waktu bulan itu tidak bertahap secara tempat tapi bertahap secara bentuk bulannya. Ini adalah efek dari Bumi yang diputari Bulan, karena bukan Bumi yang memutari Bulan.

Dimana, ketika bentuk bulan sudah habis, lalu terlihat hilal (bentuk bulan mirip garis melengkung, dan terlihat hanya sesaat) maka otomatis di seluruh dunia saat itu sudah berganti bulan.

Di seluruh dunia ya. Artinya di mana pun pada suatu malam telah tampak hilal maka artinya sudah selesai si Bulan penuh mengelilingi Bumi. Sudah Konjungsi. Jadi mau ketinggian bulan 3 derajat kurang atau lebih, tidak lagi menjadi faktor utama. Hanya saja, umumnya bulan bisa dilihat pada ketinggian di atas 3 derajat dari ufuk.

“Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.”
(QS. Ya-Sin 36: Ayat 39)

๐Ÿ‘‰ Karena itu menjadi tidak mungkin jika bulan bergerak memutari Bumi selama 29 hari di negara A lalu 30 hari di negara B. ๐ŸŒ—

โ˜๏ธ6. Terbenam/Tenggelamnya matahari itu setiap hari, di waktu maghrib. Sedangkan terbenam/tenggelam/habisnya bulan itu di setiap akhir bulan, dan dapat di lihat (hilalnya) di waktu awal malam (Beberapa saat setelah waktu Maghrib), pada tempat (Mathla) yang berbeda-beda setiap bulannya.

๐Ÿ‘‰ Misalkan pada bulan Rajab hilal terlihat di Indonesia, maka mungkin saja pada bulan depannya hilal terlihat di negeri lainnya.

Jadi setiap negara hampir pasti berbeda kapan waktu matahari terbenam, TETAPI di negara manapun, pasti sama kapan waktunya bulan itu habis/tenggelam, sehingga hilal bisa dilihat.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.”
(QS. Ya-Sin 36: Ayat 40)

โ˜๏ธ7. Sekali lagi saya sampaikan bahwa gerakan bulan terhadap bumi, tidak terpengaruh dari letak sebuah negara. Gerakan Bulan itu tidak mewakili negara tertentu, tapi mewakili Bumi.

Adapun di belahan dunia lainnya yang masih siang di saat terjadinya pergantian waktu Bulan, maka mereka hanya perlu menunggu sampai bertemu waktu malam (maghrib) agar dihitung masuk bulan baru, dan supaya hitungan Hari pun menjadi tuntas ketika berjumpa waktu Maghrib.

๐Ÿ™๐ŸปMisalkan di Indonesia pukul 18.15 WIB sudah terlihat hilal, maka sudah ganti Bulan. Sedangkan di Arab Saudi masih jam 14.15 , maka setelah masuk waktu Maghrib di Arab Saudi pun menjadi otomatis ganti Bulan baru, walaupun orang-orang di Arab Saudi tidak ikutan melihat Hilal.

Adapun di negeri lainnya yang waktu itu juga sedang mengalami malam, yakni antara maghrib sampai subuh, maka langsung berlakulah pergantian bulan, walaupun di negeri mereka tak tampak hilal di saat Maghrib.

Sadarilah bahwa Bulan itu “makhluk malam”. Maka anehlah kalau kita harus menunggu 20 jam berikutnya dengan melewati 1 kali siang untuk bertemu dengan malam berikutnya agar dianggap lunas/tuntas memenuhi 1 bulan, padahal di negeri kita sedang malam, dan jelas-jelas sudah ada di negeri yang lain yang melihat hilal.

ALLAH SWT berfirman dalam QS AL-BAQARAH ayat 189

Mereka bertanya kepadamu ( Muhammad) tentang Hilal / Bulan Sabit, “Katakanlah : “Itu adalah ( untuk menunjukkan ) waktu bagi manusia dan untuk (menentukan waktu ) Ibadah Haji”

Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

โ€Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam, maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Syaโ€™ban menjadi tiga puluh hari.โ€ [H.R.Bukhari Muslim]

Hadits dari Ibnu โ€˜Umar Radhiyallahu ‘anhu :

โ€œOrang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.โ€ [H.R. Abu Dawud]

โ˜๏ธ8. Kalaulah ada yang berpendapat bahwa waktu perubahan bulan itu harus memperhitungkan juga lokasi/tempat melihat bulan (Rukyah Lokal) maka seharusnya berpeluang besar terjadi perbedaan masuknya bulan baru antara Indonesia wilayah WIB, WITA dan WIT.

Misalkan di wilayah Indonesia WIB (anggap saja di Aceh) saat Maghrib sudah terlihat Hilal, maka kemungkinan besar di daerah WIT hilal tidak akan terlihat lagi, maka apakah wilayah Indonesia WIT (misalkan di Papua) harus menunggu waktu Maghrib pada hari berikutnya barulah dihitung masuk ganti bulan baru? Tentu saja tidak. Hal ini semakin membuktikan bahwa pergantian bulan baru itu tidak ada hubungannya secara langsung dengan waktu jam atau gerakan matahari, tapi berhubung langsung dengan gerakan Bulan terhadap Bumi.

๐ŸŒ— KESIMPULAN ๐ŸŽฏ

๐ŸŒ›1. Ketika di waktu malam di negeri manapun ada yang melihat Hilal maka di negeri manapun lainnya yang saat itu Sudah/Sedang/Masih mengalami malam otomatis sudah terjadi pergantian bulan. Mereka tidak perlu menunggu 1 kali siang lagi untuk bertemu malam berikutnya agar dianggap tercukupkan 1 bulan.

๐ŸŒ›2. Tapi jika di negeri lainnya sedang siang, padahal hilal sudah terlihat di negeri yang sedang malam, maka mereka haruslah menunggu sampai ketemu dengan malam (Maghrib) sebagai tanda pergantian bulan.

๐ŸŒ›3. Adanya perbedaan pendapat itu adalah wajar, semoga kita semua tetap bisa saling berlapang dada.

Wallahu a’lam

KZ

http://www.jlebb.com

ูˆุงู„ู„ู‡ ุงุนู„ู…
ุณุจุญุงู†ูƒ ุงู„ู„ู‡ู… ู„ุง ุนู„ู… ู„ู†ุง ุฅู„ุง ู…ุง ุนู„ู…ุชู†ุง

Tinggalkan komentar